Jumat, 30 September 2011

PKBM masuk kategori filsafat, oh….

Beberapa hari yang lalu salah seorang temanku sms: waktu gue jalan2 ke gramed gue menemukan buku berkover hitam di bawa seorang anak kecil dan dijatuhkan di rak sebelahku. Waktu gue lihat sepertinya gue kenal sama pengarangnya. Judul bukunya Pemalas itu: kaya, bahagia, dan menikmati hidup hahaha…

What? Sekali lagi berarti gelombang otakku sinkron dengan gelombang otak temanku tersebut. Dan memang dalam halaman ucapan terimakasih pun aku menyematkan namanya. Ia termasuk salah satu orang aneh yang telah berdiskusi denganku jauh-jauh hari sebelum pembuatan buku “iseng” tersebut. 

Sekarang kita coba analisa cerita tersebut: sang pembawa buku itu hingga mampir di mata salah seorang temanku adalah anak kecil. Anak kecil adalah perlambang keluguan, kejujuran, dan mereka selalu memandang segala kejadian dengan apa adanya tanpa persepsi apapun. Mereka memandang dengan dua bola mata bukan dengan mata “dajjal”. Dan memang, materi dari buku tersebut sengaja aku sajikan untuk merombak persepsi pembaca kembali pada zero mind. Dalam kajian fisika kuantum, titik ini adalah titik dimana semuanya bermula, ada yang mengistilahkannya dengan “God partikel”. Di titik inilah bahan baku sebuah “KEJADIAN” diramu. 

Jadi wajar saja jika buku itu oleh pegawai gramed dimasukkan dalam kategori filsafat dan agama serta sub kategori filsafat. Dan memang setelah aku cek di beberapa gramed buku “aneh” tersebut nongkrong di deretan rak buku filsafat atau psikologi popular. Yup, aku nggak mau hanya jadi “tukang sayur” yang bisanya hanya jualan “bahan mentah”. Oleh karena itu materi yang kusajikan kebanyakan berasal dari pengalaman nyata bukan hanya “katanya” saja. 

Dalam istilah agama, filsafat tergolong usaha untuk mempergunakan “aql” atau akal dalam mencari solusi dari problematika kehidupan. Penggunaan “aql” ini pun diwajibkan oleh Al Quran untuk beragama. Bahkan Allah marah jika manusia tidak menggunakan “aql” alias hanya ikut-ikutan saja. Jika kita ingin memperoleh pengetahuan yang lebih murni maka mau tak mau kita harus mempergunakan potensi tersebut. Bagaimana caranya? Pertama kita olah pengetauan luar tersebut dengan menggunakan pikiran “fikr”. Biasanya akan timbul beragam pertanyaan jika pengetahuan luar tersebut berbeda dengan apa yang kita dapat selama ini. Proses inilah yang akan memaksa kita untuk menggunakan “aql” dengan jalan perenungan, kontemplasi, meditasi, tafakur, qalwat atau istilah apapun yang Anda nyaman dengannya. 

Apa-apa yang sudah kita dapatkan akan mengendap di alam bawah sadar dan untuk dapat mencerna hal-hal yang baru maka sikap open mind sangat diperlukan. Konsep inilah yang oleh para hipnoterapy digunakan untuk merubah mind para kliennya. 

Anda tahu mengapa Ibrahim menjadi rasul kesayangan? Jelas karena Ibrahim mencari dengan segenap potensi kediriannya dalam mencari Tuhan.

Catatan:

Jika Anda berminat membaca buku tersebut silahkan Anda cari saja di Gramed. Buku tersebut dicetak dengan sangat terbatas, di salah satu gramed bogor juga sudah habis stok, maklum buku indie dan hanya untuk aktualisasi diri saja. Mengapa menggunakan indie label? Jelas karena isi materi buku di luar pakem dan aku nggak mau isinya dirombak oleh para editor dan copy editor. Anda tahu mengapa banyak penerbit dengan karakter yang berbeda-beda? Itu semua karena bahan bacaan pun juga disetir oleh para pemain di belakang layar layaknya cerita drama yang dikarang sang sutradara. Indie label memungkinkan untuk membaypass proses tersebut. Untuk hal ini aku sangat berterimakasih kepada kru INDIE BOOK CORNER. Jika Anda kesulitan mendapatkan buku tersebut, Anda dapat memesannya di INDIE BOOK CORNER atau di gramediaonline mungkin masih ada. Semoga bermanfaat…

ini dia yang sudah praktek virus malas:
"orang sukses itu pemalas"
"malas itu jurus ampuh jadi enterpreuner"
"saya malas maka saya sukses"

MEREKA JUGA ANAK-ANAK KITA


Beberapa minggu terakhir ini banyak stasiun televisi yang menyiarkan tawuran antar pelajar diberbagai kota, baik mereka yang masih duduk di bangku SMU maupun perguruan tinggi. Melihat kejadian ini lantas beberapa pihak menyalahkan mereka tanpa pernah instrospeksi diri sendiri sebagai orang tua. Para pelajar itu adalah anak-anak kita. Mereka juga bagian dari keluarga kita yang membutuhkan teladan serta kasih sayang.

Sikap anarkis mereka justru merefleksikan diri kita sendiri yang mengaku sebagai orang tua. Ini adalah realita. Realitanya banyak generasi muda kita yang menjadi beringas dan mudah terpancing emosinya dan itu jelas akibat pola didik kita-kita juga. 

Walau saya selaku pengasuh blog pemalas bukanlah pakar psikologi, namun ijinkanlah saya untuk menganalisis realita ini seobjektif mungkin. Dalam pandangan saya, luapan emosi pelajar itu jelas merupakan pengalihan atas hasrat yang tak tersalurkan. Banyak kemungkinan yang dapat mendasari hal ini. Factor keluarga jelas secara langsung ataupun tak langsung juga akan berpengaruh bahkan bisa jadi itu adalah factor utama penyebabnya. 

Para pelajar seumuran mereka tentulah berada dalam masa-masa transisi dari muda menuju dewasa. Dapat dikatakan pula mereka adalah kaum dewasa muda yang masih haus akan pencarian jati diri. Oleh karenanya bimbingan dan teladan orang tua sangat dibutuhkan. Namun apa lacur, kesibukan orang tua kerja keras banting tulang dalam mencari nafkah untuk keluarga sedikit banyak telah memperkosa hak mereka sebagai anak untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang. 

KESALAHAN BERSAMA

Jadi, apakah orang tua yang patut disalahkan? Tidak demikian. Ini adalah masalah kesadaran. Kesadaran akan hidup yang sudah lama terpendam dalam hati sanubari. Sudah sejak dulu saya menolak doktrin kerja keras dan menggantinya dengan jalan malas, namun masih banyak juga yang malah mencibir. Apa perlu saya sindir kembali?

Lhoh kok malah nyangkut ke kerja keras segala? Ya… bagaimana tidak. Kerja keras adalah pangkal segala pangkal kebobrokan itu jika kita mau mencermatinya. Dalam kamus saya tak ada kata kerja keras. Tolong perhatikan, sudah berapa orang yang selalu berkoar-koar mengenai kerja keras ini. Tak peduli para guru, dosen, professor, sampai presiden sekalipun selalu mendeskripsikan dirinya dengan pekerja keras. Sungguh menggelikan, bahkan para atlit olah raga pun selalu ngomong kerja keras atas prestasi gemilangnya. Padahal apa yang mereka lakukan adalah jalan hidupnya. Para pemain sepak bola adalah mereka yang menggemari permainan itu. Jadi, mana mungkin bias dibilang kerja keras?

Anda ingin tahu siapa pekerja keras itu? Mereka itulah yang selalu merasakan tekanan bathin dalam dirinya sendiri dan berpura-pura menutupinya. Mereka itulah para maniak hari libur, jam kosong, dan waktu-waktu dimana si bos tidak berada di tempat. Apakah Anda belum menyadarinya? Sungguh? Apakah realitas yang demikian membelalak mata juga belum Anda lihat?

Ketahuilah efek perasaan Anda yang selalu tertekan saat atasan Anda marah-marah itulah biang pangkal segala keruwetan ini. Secara kuantum, pendaran gelombang perasaan yang Anda kirimkan ke alam semesta ini akan menarik gelombang yang sama frekuensinya dan kembali menimpa Anda. Efek domino dari hal tersebut sedikit banyak juga akan menimpa keluarga Anda bahkan lingkungan sekitar pun akan mendapatkan efek yang sama. Anda bisa bayangkan, betapa mengerikannya jika ternyata sebagian besar penduduk di muka bumi ini ternyata adalah para pekerja keras yang justru semakin hari semakin menjamur keberadaannya, ah…. 

Detik ini, bangsa ini bahkan dunia telah menerima akibatnya. Dalam artikel di sini sudah saya jelaskan secara gamblang bahwa kita sekarang hidup di atas kapal Nuh yangretak. Kita semua bangkrut. Bangkrut dari rasa saling memiliki, bangkrut dari rasa menyayangi, dan bangkrut dari sisi kemanusiaan kita. Bangkrut dari Cinta.

Cara memuliakan Cinta adalah memuliakan ciptaanNya karena kemanapun kamu menghadap, di situlah wajah Tuhan.
-Mata Elang-

CARA CESPLENG KETEMU BIDADARI SORGA

Lagi dan lagi. Kali ini salah seorang keluarga kita telah memberikan kita rumus cantik dan cespleng mengenai bagaimana caranya ketemu bidadari sorga. Belum lama Mas Syarif mengukir aksi teatrikalnya  di dalam masjid, kini kita diberitahu lagi, oh maaf… malah dikasih contoh bagaimana cara cespleng untuk dapat ketemu bidadari sorga.

Mungkin menurut beliau itulah cara yang paling efektif, runtut, sistematis, atau dalam bahasa agama disebut sebagai mujahid, pembela agama Allah yang langsung dapat kapling tanah di negeri akhirat lengkap dengan pernak-pernik kekinian dan tak lupa tubuh molek bidadari yang selalu siap untuk melayani.

Lain lagi jika ditinjau dari sisi seni, mungkin beliau pantas disebut sebagai curator handal yang sanggup memberikan contoh kompleksitas dalam mengaryakan bakat drama sembunyi-sembunyi, seni acting, seni merakit bom, dan atau seni melukis gaya abstrak dengan tinta darah yang dimuncratkan dengan sedemikian rupa secara sistematis dan cantik. Ini adalah contoh yang nyata, maka tak usahlah Anda pelajari istilah yang rumit bin ruwet dalam dunia kesenian kita.

Namun demikian, saya masih bingung bagaimana caranya membuktikan kecesplengan cara ini. Pasalnya, segala kedirian saya tak dapat menjangkau bahkan untuk sekedar ndulit saja saya tak punya kesanggupan. Saya bukanlah orang yang dalam kitab suci termasuk ke dalam golongan orang-orang yang disucikan - Al-Muthahharuun. Untuk kasus ini mungkin para pinisepuh dapat Anda mintai tolong untuk sekedar memperlihatkan bagaimana rupa bidadari sorga agar Anda dapat pembuktian akan kecesplengan cara ini. Sekali lagi, segala fakultas kedirian saya belum sanggup untuk membuktikan itu semua kepada Anda.

Terlepas dari semua itu, saya sungguh mengucapkan banyak terima kasih kepada saudara kita yang kali ini melakukan aksi teatrikalnya di altar gereja. Pasalnya, dengan adanya aksi teatrikal tersebut, saya kembali terdorong untuk mengfungsikan lagi fakultas nalar saya yang sudah beberapa minggu vacuum dari aktivitasnya. 

Lhoh mas, kok malah berterima kasih? Yah, semoga saja saya tak salah untuk mengambil sisi positif dari kejadian ini. Bagaimanapun juga si mas mujahid tersebut adalah keluarga kita, tak peduli suku, agama, atau segala pernik kediriannya, karena beliau jelas hidup diantara kita. Jika diantara kita ada yang kurang setuju maka hal itu juga menjadi tanggung jawab kita. Kita hidup bersama dan oleh karenanya apa yang menjadi buah inspirasi dari mas mujahid tadi tentulah juga berasal dari kita-kita juga. 

Beliau jelas belajar dari kita. Ya… seluruh anak-anak kita juga pasti sedikit banyak belajar dari kita, bagaimana cara merakit bom, komedi di gedung dewan jagad politik, mencari uang balas jasa,  permak data proyek, dan lain sebagainya. Inilah budaya peradaban masa kini yang paling ngepop dan populer. Masak Anda tak tahu?

Rabu, 21 September 2011

KAPAL NUH YANG RETAK


Oleh: Mata Elang

Kapal Nuh yang retak berlayar di lautan. Mengarungi jejak yang tanpa jejak, langit pun tertutup awan. Tidakkah ada sebuah suar yang jadi pedoman?

Rumah tinggal adalah tetirah yang paling nyaman bagi sekumpulan manusia bertali darah. Yang tua mengayomi, yang muda menghormati. Namun jika gayung tak bersambut maka retaklah rumah itu. Yang tua saling murka dan diam, yang muda kebingungan. Saling berebut pepesan kosong. Dimana suri tauladan? Sedang gemintang pun sedang asyik bersembunyi di balik awan. 

KARMA DAN LAKU PRIHATIN
Menambal kapal Nuh bukanlah pekerjaan yang gampang namun perlu segera dilakukan. Sewaktu-waktu ia dapat hancur dan menenggelamkan seluruh penumpang. Tak hanya yang tua, yang muda pun jadi korban. Kenapa demikian?
Dalam hidup ada yang disebut sebagai karma, hukum tabur tuai. Dalam kitab pun disebutkan: manusia akan menerima balasan atas amal perbuatannya sendiri dan Ia amat cepat perhitungannya. Selama ini manusia terutama umat Islam secara umum berpandangan bahwa balasan atas amal perbuatan itu nanti di negeri akhirat. Akan tetapi, jika kita jeli, maka kesimpulan yang demikian itu amatlah tergesa-gesa. Untuk menjelaskan hal ini maka ada satu hal lagi yang perlu diketahui yaitu mengenai reinkarnasi. 

REINKARNASI
Pengetahuan mengenai reinkarnasi bagi sebagian besar pemeluk agama Islam dianggap sesat. Akan tetapi bagi agama-agama Timur hal ini adalah pengetahuan dan kepercayaan yang umum. Saya pribadi percaya dengan adanya reinkarnasi dan bagi saya di Al Quran sendiri pun ada ayat yang mengindikasikan mengenai adanya reinkarnasi atau kelahiran kembali tersebut.

Coba kita simak ayat QS al-Mulk [67]: 2.

Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan. Dengan cara itu Dia mendidik dan melatihmu, dan untuk memberikan nilai bagi siapa yang lebih baik amalannya. Dan, Dia itu Maha Perkasa dan Maha Melindungi.
Mati dan hidup itu diciptakan. Hal semacam ini sering luput dari pemahaman kita. Disangkanya yang diciptakan Tuhan itu hanya hidup. Padahal mati pun diciptakan. Apa artinya? Artinya yaitu ada hidup dan mati untuk mendidik si manusia. Jadi mati dan hidup itu bukan hanya sekali. Untuk lebih jelasnya perhatikan ayat berikut ini:

16:70 – “Allah menciptakan kamu. Kemudian, Allah mewafatkan kamu (mengakhiri hidupmu di bumi ini), dan di antara kamu ada yang dikembalikan pada umur yang paling lemah, agar dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang pernah diketahuinya. Sesunggunya Allah Maha Menge-tahui dan Mahakuasa.”
16:77 – “Dan kepunyaan Allahlah segala yang gaib di langit maupun di bumi. Dan, tidaklah perintah kebangkitan itu selain sekejap mata atau lebih cepat. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Lihatlah kalimat “dikembalikan pada umur yang paling lemah”. Pada umumnya, kalimat pada ayat tersebut diartikan “tua-renta”. Sedangkan kalimat “tidak mengetahui sesuatu pun yang pernah diketahuinya” diartikan dengan “pikun” atau pelupa karena sudah tua sekali. Ini jelas keliru, “tua-renta” itu belum tentu lemah. Banyak orang di Indonesia ini yang umurnya sudah 80 tahun masih tampak lebih segar daripada yang berumur 40 tahun. Maka, jelas kalimat “dikembalikan pada umur yang paling lemah” itu tidak berarti tua-renta atau lanjut usia.

Selanjutnya, kalimat “tidak mengetahui sesuatu pun apa yang pernah diketahui sebelumnya” yang diartikan dengan “pikun” ini juga salah. Orang pikun bukan hilang ingatan tapi pelupa. Mudah lupa terhadap apa yang diketahui atau dikerjakannya. Tapi, pikun itu masih ada yang diingat, sedang di ayat tersebut disebut “tidak mengetahui sesuatu pun apa yang pernah diketahui sebelumnya”. Apakah masih kurang meyakinkan? Jika demikian perhatikan ayat berikut:

Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabbat, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina!” (QS 2:65)
Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari orang-orang fasik pada Sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah , di antara mereka ada yang dijadikan kera dan babi, dan penyembah tagut?” Mereka lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat jalannya. (QS 5:60)
Maka, tatkala mereka bersikap sombong terhadap larangan yang ditetapkan kepada mereka, Kami katakan kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina!” (QS 7:166)
Dan mereka berkata: “Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan sesuatu yang rusak, apa benar kami dibangkitkan menjadi makhluk yang baru?”
Katakanlah: “Jadilah kamu batu atau besi,
Atau suatu makhluk yang tidak mungkin menurut pikiranmu!” Mereka bertanya: “Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakanlah: “Yang telah menciptakan kamu pada kali mulanya.” Lalu, mereka menggeleng-gelengkan kepala kepadamu dan berkata: “Kapan itu?” Jawablah: “Semoga itu terjadi dalam waktu dekat.” (QS 17: 49–51)
Lihatlah, bukankah ayat-ayat di atas memperlihatkan secara gamblang bahwa manusia dilahirkan kembali. Ada yang menjadi kera, babi, bahkan batu atau besi, atau suatu makhluk yang tak terpikirkan. Apakah masih kurang meyakinkan lagi? Baik, jika demikian maka kisah nyata berikut ini mungkin dapat lebih meyakinkan Anda.

Seorang kawan saudara saya pernah didatangi seorang yang tak dikenal. Orang itu memberikan selembar kertas bertuliskan bahasa jawa kuno yang pada kalimat terakhirnya bertuliskan: selamat ulang tahun yang ke 1001. Terang saja ia kebingungan.

“ ini maksudnya apa?”

“nanti jika sudah waktunya, Anda pasti akan mengerti“

Saya kira kenyataan ini sudah memberikan kita sinyal yang sangat kuat bahwa reinkarnasi itu memang ada. Sekarang kita kembali ke topik karma dan laku prihatin.

KARMA DAN LAKU PRIHATIN
Dalam pandangan saya pribadi datangnya karma ini bisa sangat cepat atau pun terjadi di kehidupan yang akan datang. Yang sangat cepat tentu Anda pun pernah merasakannya. Bagi kawula muda kasus-kasus percintaan sudah pasti tak asing jika dijadikan sebagai contoh konkretnya. Sedangkan yang terjadi di kehidupan yang akan datang dapat dilihat terutama pada kasus kelahiran seorang bayi. Pernahkah Anda berpikir kenapa bayi A lahir sempurna dan berada di keluarga berpunya sedangkan bayi B lahir cacat dan berada di keluarga tak berpunya? Adilkah Tuhan?

Dalam pemahaman saya pribadi hal yang demikian itu tentu adalah akibat dari kehidupan di masa lalunya. Mungkin saja ada argumen rasional bahwa kecacatan si bayi adalah akibat kurang anu dan kurang itu selama dalam kandungan. Itu pun benar, namun ini pun juga bisa dipahami bahwa ada karma negatif sang orang tua sehingga mendapatkan anak yang cacat, demikian pula bagi sang jabang bayi. Ada karma yang harus ia tebus sehingga ia dilahirkan dalam keadaan cacat. 

Contoh lain dapat Anda lihat juga pada kasus anak yang memiliki orang tua penjahat. Kadangkala akibat dari perbuatan orang tua membuat si anak ikut mendapat karma buruk, misalnya tidak diterima secara sosial. Atau kasus lain misalnya orang tua cerai (broken home), orang tua yang bertengkar dengan tetangga, dengan saudara-saudaranya, rebutan warisan, dan lain-lain. Kesemuanya itu kadangkala akan menimbulkan efek terhadap si anak karena secara kuantum perasaan kesal, kecewa, benci yang timbul akibat polah tingkah orang tuanya menyebabkan gema pancaran energi negatif yang riaknya juga dapat mengenai si anak. Rasa-rasanya memang tak adil. Akan tetapi, hal ini dapat dipahami dengan lebih sederhana jika si anak menganggap peristiwa itu adalah akibat dari perbuatan di kehidupan terdahulunya. 

Sebaliknya juga dapat terjadi, misalnya orang tua yang memiliki anak yang sangat menjengkelkan. Mabuk-mabukan, narkoba, oleh-oleh cucu yang datang belum waktunya, dan sebagainya dan seterusnya. Nah, hal-hal yang demikian ini mestinya dipandang sebagai hukuman karma bagi sang orang tua. Sikap bijaksana dalam menghadapi problema hidup harus diterapkan oleh sang orang tua. Jika kemudian si anak pun juga insaf, maka bukan tak mungkin peristiwa yang tidak menggenakkan tersebut berubah menjadi berkah.

Perkara takdir mungkin saja juga dapat lebih kita pahami jika kita menyadari mekanisme ini. Dalam kazanah kebudayaan Jawa, dikenal apa yang disebut mangsa. Jadi, setiap manusia yang lahir dapat diprediksi perwatakannya dan gambaran kehidupannya melalui hitung-hitungan yang njlimet bin ruwet sekali. Horoskop Jawa yang mengenal adanya weton dan sebagainya itu adalah cara leluhur kita untuk mempermudah anak cucunya agar dapat meraba-raba gambaran kehidupannya akan seperti apa. Percaya atau tidak, banyak dari Anda pasti akan manggut-manggut ketika melihat prediksi tersebut ternyata sebagian besar cocok dengan kondisi kejiwaan kita.

Nah, jika saja saat ini takdir kita tidak begitu mengenakkan maka kita pun sudah bisa mengambil ancang-ancang agar lebih siap, sabar, dan ikhlas dalam menjalankan garis tangan tersebut. Sikap ngedumel, kesal, dan frustasi hanya akan menambah kemalangan yang hisapnya lebih cepat. Untung-untung jika karmanya terjadi dikehidupan saat ini, jika karma itu terjadi di kehidupan yang akan datang maka sudah pasti kita pun akan lahir kembali. Jadi, jika saja kita mampu menyadari mekanisme ini, maka kita pun dapat mengusahakan dan menjadikan garis tangan itu sebagai jalan laku prihatin agar nantinya dapat mencapai kemulyaan yang sejati, kembali kepadaNya (bukan kembali ke sorga, hehehe). Jalan ini memang sulit dan dalam bahasa agama sering disebut sebagai jalan yang lurus, shirâth al-mustaqîm

Catatan:
Rumah tinggal dan perahu Nuh dapat Anda artikan sebagai keluarga, RT, RW, Kabupaten, atau dalam skala yang lebih luas sebagai bangsa bahkan umat manusia. We are onnenes.

Jumat, 09 September 2011

JIKA AKU MATI


Malam ini alunan music Dream Theater –the spirit carries on mengiringi jari jemariku mengetikkan kalimat ini. Sengaja aku pilih lagu itu karena energinya cukup mengena dalam hatiku. Kembali aku diterbangkan ke awang-awang, aku merasa hilang….

Darimana kamu berasal?
Dimana aku sekarang?
Akan kemana kamu?
Bilamana semua ini berakhir, tidakkah kau siap untuk mengakhirinya?

Kita ini manusia namun seringkali berlaku seperti iblis. Untuk apa kau menyalahkan iblis. Iblis sudahlah berlaku sesuai dengan scenario lakon hidupnya. Lalu apa lakon hidupmu? Lihat disekelilingmu, banyak saudara-saudaramu yang memerlukan uluran tanganmu. Apa yang sudah kau lakukan untuk mereka? Perhatikan, yang mana mind, body, and soul. Tidakkah kau dapat membedakannya?

Tidak ada sekarang, tidak ada nanti, tidak ada disana, tidak ada disini. Sekarang… indah, cinta, kasih…. Oh… aku tak sanggup berkata lagi….

Kamis, 08 September 2011

IMAN DAN CINTA TANAH AIR (DISKUSI WARUNG KOPI)


Tersebutlah Paiman dan Paijo lagi ketemu di warung kopi dan ngobrol ngalor ngidul perihal iman dan cinta tanah air. Semula Paiman dengan semangat 45 bercerita tentang sejarah Negara Indonesia berikut tokoh-tokoh perjuangannya. Sejurus kemudian Paijo pun menanggapinya.

Paijo      : Man, kamu itu Islam tho… apa pendapatmu jika ada segolongan orang yang bilang bahwa hukum syariat harus diterapkan di Indonesia? Al Quran konon kan kitab suci yang paling lengkap, di sana ada hukum-hukum Allah…

Paiman : Pancasila itu kan ada dalam Al Quran Jo… seperti musyawarah dan prinsip keadilan gitu…

Paijo      : lhah, tapi kan Pancasila yg bikin manusia sedangkan konon Al Quran itu kan kalamullah. Kamu percaya Al Quran atau Pancasila yang bikinan manusia?

Dasar Paijo ini suka main-main, Paiman nggak bisa jawab…

Paijo      : hm… gini aja Man, kita lupain dulu yang tadi. Kamu nglakuin rukun iman dan rukun islam itu kan karena kamu agamanya Islam. Sekarang kenapa kamu kok pilih agama Islam, kok nggak Hindu, kok nggak Budha? Keyakinan itu butuh pembuktian nggak Man?

Paiman : yakin ya yakin aja. Keyakinan nggak bisa dipaksakan. Di Al Quran kan disebutkan aku tak menyembah apa yang kamu sembah dan kamu tak menyembah apa yang aku sembah.

Paijo      : lhoh, kalau gitu Tuhan ada banyak dong Man. Lha yang ciptain semua ini kan Tuhan Yang Esa. Di Al Quran itu kan ada. Katakanlah Allah itu Esa.. 

Paiman lagi-lagi hanya terdiam saja. 

Apa yang dapat Anda petik dari diskusi ringan ini? Rasa-rasanya tidaklah bijak kalau keyakinan tak membutuhkan pembuktian. Di dalam Islam sendiri keyakinan itu bertingkat dari yakin, ainul yakin, sampai haqqul yakin. Taruhlah kita memesan kopi manis, lantas si penjual menyajikan segelas kopi dihadapan kita dengan mengatakan: ini kopi manisnya… maka inilah yang dinamakan yakin. Berbeda jika kita melihat si penjual sejak meramu kopi di dapur dalam artian kita melihat bahwa si penjual mencampurkan kopi, gula dan air panas maka ini disebut ainul yakin. Sedangkan haqul yakin adalah ketika kita meminum kopi yang tersaji tersebut dalam artian kita merasakan manisnya kopi tersebut. 

Upaya menemui Tuhan selagi hidup adalah sebuah kewajiban yang paling penting agar semua itu bukanlah Cuma kata orang belaka.

Minggu, 04 September 2011

KETIKA PARA KOKI DIGUSUR TUKANG SAYUR

Catatan ini saya ambil dari sebuah artikel yang menurut saya sangat baik, yang berjudul “Ketika para koki digusur tukang sayur dan tukang sayur pun menjadi koki” karya Sayed Mahdi Al-Jamalullail.”

Artikel tersebut saya kutip lengkap tanpa edit. Semoga bermanfaat…

_________________________________________________

Sewaktu menghadiri shalat Jumat, saya sering mendengar khatib berkata: “sebagai umat Islam kita harus menuruti dan menjalankan apa-apa yang diperintahkan dalam Alquran, dan menjauhi apa-apa yang dilarang di dalam Alquran agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa…” Ucapan ini memang mudah diucapkan, dan terkesan mudah pula dilakukan (bagi yang mau melakukan). Ketika kesekian kalinya saya mendengar ucapan ini, saya menjadi teringat satu problema dalam ilmu fiqih yang diangkat pertama kali oleh Imam Al-Syafi’i (w. 204 H/820 M) dalam kitabnya Al-Risalah. Berikut ini adalah kisahnya (biar menarik dibaca, kisah ini tidak lagi seharfiah redaksi aslinya) :

“Suatu ketika seorang laki-laki berangkat ke pasar. Ia berniat membeli budak. Ia kemudian membeli budak perempuan. Setelah budak itu menjadi miliknya, dan tinggal di rumahnya, ia pun berkali-kali melakukan hubungan seksual dengan budak perempuan itu.

[Karena perbudakan sekarang menjadi sesuatu yang emoh untuk difikirkan, saya akan menjelaskan sedikit: di dalam fiqih Islam hubungan seksual antara laki-laki pemilik budak dengan budak perempuan tidak dilarang. Tidak ada akad nikah, pemberian mas kawin, atau prosesi apa pun sebelum hubungan seksual itu berlangsung. Jika budak perempuan itu hamil dan melahirkan anak, maka anak itu statusnya tetap budak, tetapi ibunya naik status sedikit menjadi ummu walad, tetapi masih tetap budak. ]

Setelah beberapa lama, si laki-laki menjadi tahu bahwa budak yang dibelinya ini adalah saudara perempuannya. Nah lho… Besar kemungkinan si laki-laki adalah mantan budak yang kini merdeka dan menjadi berkecukupan, dulu orangtuanya juga budak, saudara-saudarinya pun budak. Atau bisa jadi, budak perempuan ini seayah dengannya tapi lain ibu, dan karena berbagai hal yang tragis, si adik perempuan pun akhirnya menjadi budak dan diperjualbelikan. Terus jadi gimana masalah ini?

Kita lihat pokok masalahnya …..

Si laki-laki membeli budak perempuan dan kemudian melakukan hubungan seksual dengan budaknya itu. Keadaan ini dibolehkan oleh Alquran, malah dianggap baik-baik saja. Hasanah bi dzatiha. Alquran di dalam Surah Al Mukminun ayat 5 membolehkan perilaku seperti ini:

qad aflaha’l mu’minun

alladzina hum fi shalatihim khasyi’un

walladzinahum ’ani’l laghwi mu’ridhun

walladzinahum lizzakati fa’ilun

walladzinahum li furujihim hafizhun

illa ’ala ajwazihim aw ma malakat aymanuhum, fainnahum ghairu malumin

(Alquran Surah Al Mu’minun 1 – 5)

[sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna dan orang-orang yang menunaikan zakat dan orang-orang yang menjaga penisnya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak perempuan yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela ]

Ketika lama kemudian si laki-laki menjadi tahu bahwa budak perempuan itu adalah adiknya, maka hubungan ini menjadi incest, dan sangat dilarang. Qabihah bi dzatiha. Haram tanpa kompromi, karena Alquran dalam Surah An-Nisa ayat 23 melarangnya:

Hurrimat ’alaikum ummahatukum, wa banatukum, wa akhawatukum, ….

(diharamkan bagi kamu sekalian untuk menikahi ibu-ibumu [maksudnya ibu kandung terus ke nenek terus ke atasnya nenek], anak-anak perempuanmu [anak terus ke cucu dan seterusnya], dan saudara-saudara perempuanmu ……… dst.)

Dalam kasus di atas, si perempuan adalah saudarinya dan sekaligus budaknya. Kebolehan melakukan hubungan seksual dengan budak yang ditetapkan dalam Surah Al Mu’minun ayat 1-5 menjadi tidak relevan. Surah An-Nisa ayat 23 harus dimenangkan. Kenapa harus dimenangkan? Bisa jadi hati nurani dan akal sehat si laki-laki yang berkata demikian. Atau bisa juga sebuah fatwa dari seorang ahli fiqih yang mengangkat dua kaidah fiqih seperti: dar`u’l mafasidi awla min jalbi’l mashalihi (menghilangkan keburukan lebih utama dari memperoleh kemaslahatan) dan fa idza ta’aradha mafsadatun wa mashlahatun quddima daf’ul mafsadati ghaliban (apabila bertemu keburukan dan kebaikan dalam satu masalah, maka utamakanlah menghilangkan keburukan).

Kaidah-kaidah fikih di atas saya kutip dari kitab berjudul al-Asybah wa’l-Nazhair karya Ibnu Nujaim (w. 970 H/ 1562 M). Kaidah-kaidah ini adalah hasil penalaran hukum para fuqaha dari berbagai dalil seperti Alquran, hadis Nabi Muhammad, fatwa-fatwa para mujtahid besar, dan hal-hal lain. Jika pun kaidah-kaidah ini dilepaskan dari sumber-sumber religius, sifatnya tetap rasional, karena dalam banyak kasus, bunyi kaidah-kaidah fiqih menjadi sama dengan maxim hukum berbahasa Latin yang berasal dari penalaran rasional, contohnya seperti al-hukmu yaduru ma’a ‘ilatihi wujudan wa ‘adaman (hukum itu akan terus berlaku bila reason-nya masih terus ditemukan dan berlangsung, dan hukum itu menjadi tidak berlaku lagi jika reason-nya tidak ada lagi) yang sama dengan mutata legis ratione mutatur et lex (the law is changed if the reason of law is changed).

Saya mengangkat kisah di atas agar kita memikirkan kembali bahwa Alquran dan hadis sesungguhnya adalah bahan mentah. Seorang ahli fiqih dapat diibaratkan seorang chef (koki profesional) yang mengolah bahan-bahan mentah tersebut. Kitab-kitab fiqih klasik yang ditulis oleh para fuqaha di masa lalu dapat diibaratkan dengan kumpulan resep-resep masakan yang telah mengolah banyak bahan mentah menjadi masakan yang lezat. Membuang semua resep-resep itu tidak menjamin hasil kerja koki di zaman sekarang lebih baik dari yang dihasilkan para koki di masa lalu.

Para fuqaha klasik dan kitab-kitab fiqih yang mereka hasilkan adalah pilar terakhir rasionalitas di dalam tradisi pemikiran Islam, setelah filsafat dan ilmu kalam. Tradisi fiqih adalah tradisi rasional, karena peran akal sehat menjadi sangat menonjol ketika berhadapan dengan dalil-dalil yang berbenturan dan ambigu. Kini pilar terakhir ini semakin lama semakin lenyap, perlahan-lahan hilang ditengah menjamurnya para ”koki” tanpa resep. Para ”koki” yang pada hakikatnya hanyalah ”tukang sayur”. Para “tukang sayur” ini memang mengetahui beragam jenis sayur mayur, ikan, dan bawang, tetapi tidak pernah belajar menjadi ”koki” dan menganggap tidak ada gunanya mempelajari apa yang ditulis oleh para ‘koki”. Kini mereka menggusur para ”koki”, dan mulai menyajikan bahan-bahan mentah tanpa diolah untuk sarapan hingga makan malam.

Para “koki” di masa lalu memang menghasilkan banyak perbedaan resep masakan, dan beberapa “chef” membentuk aliran cara memasak yang menjadi mazhab para “koki” yang hidup di era selanjutnya. tetapi para “tukang sayur” di masa kini gerah dengan banyaknya mazhab para koki di masa lalu, mereka lalu memaksakan makanan yang orisinal, tunggal tanpa perbedaan cara memasak, sesuatu yang otentik tanpa perubahan, tanpa perlu dimasak.

Para ”tukang sayur” ini bisa ditemukan di banyak tempat, dan runyamnya lagi para “tukang sayur” ini sekarang semakin banyak di Indonesia. Di Saudi Arabia para “tukang sayur” ini berkumpul di al-Lajnah al-Daimah li’l-Buhuts al-’Ilmiyyah wa’l ifta’ (The Permanent Council for Scientific Research and Legal Opinions), namanya aja yang wah..

Di Lajnah ini berkumpullah pemuka-pemuka Islam Wahabi, seperti ‘Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (1911-1999), sampai meninggalnya ia adalah mufti agung Kerajaan Saudi Arabia. Muhammad bin Shalih bin ‘Utsaimin (1927 – …. ). Abdullah bin Jibrin (1930 – …. ); dan Shalih bin Fauzan yang juga memimpin al-Ma’had al-’Ali li’l Qudah (Supreme Judicial Council).

Sekarang coba kita perhatikan beberapa hasil fatwa kaum Wahabi ini :

PERTANYAAN 1

Saya ingin mengirimkan foto saya kepada istri, keluarga, dan teman-teman saya, karena sekarang saya berada di luar negeri. Apakah hal ini dibolehkan?

JAWABAN (oleh komite ulama Lajnah dalam Fatawa al- Lajnah)

Nabi Muhammad di dalam hadisnya yang sahih telah melarang membuat gambar setiap makhluk yang bernyawa, baik manusia atau pun hewan. Oleh karena itu Anda tidak boleh mengirimkan foto diri Anda kepada istri Anda atau siapa pun.

PERTANYAAN 2

Apakah hukumnya jika seorang perempuan mengenakan beha (kutang atau bra) ?

JAWABAN (oleh Abdullah bin Jibrin dalam Fatawa al- Lajnah)

Banyak perempuan yang memakai beha untuk mengangkat payudara mereka supaya mereka terlihat menarik dan lebih muda seperti seorang gadis. Memakai beha untuk tujuan ini hukumnya haram. Jika beha dipakai untuk mencegah rusaknya payudara maka ini dibolehkan, tetapi hanya sesuai kebutuhan saja.

PERTANYAAN 3

Apakah hukumnya Saudi Arabia membantu Amerika Serikat dan Inggris untuk berperang melawan Irak? (ini kasus Perang Teluk pertama sewaktu Bush senior jadi Presiden Amerika Serikat)

JAWABAN (oleh Abdullah bin Jibrin dalam Fatawa al- Lajnah)

Hukumnya adalah boleh (mubah). Alasannya karena (1) Saddam Husein telah menjadi kafir, jadi Saudi Arabia memerangi orang kafir dan bukan seorang Muslim (2) Mencari bantuan dari Amerika Serikat dan Inggris adalah suatu hal yang mendesak (dharurah) (3) Tentara Amerika sama statusnya dengan tenaga kerja yang dibayar. Tentara Amerika bukanlah aliansi kita, tetapi kita mempekerjakan mereka untuk berada di pihak umat Islam untuk berperang melawan orang kafir (yaitu Saddam Hussein).

Tampaknya Lajnah ini mengurus banyak hal, dari beha hingga perang teluk. Yang menyedihkan adalah fatwa-fatwa itu tampak berasal dari kondisi absennya rasionalitas yang cukup akut. Lenyapnya akal sehat untuk jangka waktu yang cukup lama. Fatwa-fatwa di atas juga tidak menunjukkan adanya koherensi, tidak terlihat dipakainya metode penetapan hukum yang dikembangkan para fuqaha klasik, tidak ada pula pendekatan melalui kaidah-kaidah fikih, dan tidak ada usul fikih. Yang tersisa hanyalah wacana hukum yang otoritarian.

Pada tahun 1990-an dulu, K.H. Ali Yafie yang benar-benar memahami fikih, seorang “koki” dengan banyak jam terbang, mengangkat kaidah fikih: idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuhuma dhararan bi irtikabi akhaffihima (apabila bertemu dua keburukan, maka pertimbangkan mana yang paling besar dampak keburukannya, lalu pilihlah yang dampak keburukannya lebih kecil).

Kaidah fikih di atas ia jadikan justifikasi ketika ia berpendapat bahwa lokalisasi bagi para pekerja seks komersial (psk) lebih baik daripada membiarkan mereka mencari pelanggannya di mana-mana. Karena memang belum ada hukum yang jelas melarang prostitusi, dan prostitusi tampaknya tidak bisa dihentikan sebelum perekonomian, kesempatan pendidikan, dan kesempatan kerja menjadi lebih baik. Apa yang terjadi kemudian? K.H. Ali Yafie dengan segera dihujat dan dikecam oleh banyak ”tukang sayur”. Ia dituding sebagai kiai sesat, dan bermacam-macam julukan negatif lainnya. Padahal setahu saya, KH. Ali Yafie adalah sosok ulama sederhana yang berfikir dan bernalar dari sudut pandang ilmu fiqih.

Di Jakarta, saya pernah menghadiri ceramah seorang penceramah kondang yang sudah dianggap ulama oleh yang menganggap (mungkin tidak etis jika saya menyebut nama ”tukang sayur” ini). Di akhir ceramah, ada yang bertanya: ”Pak Ustadz, apakah hukumnya meng-qadha shalat”? (meng-qadha shalat adalah melakukan shalat fardhu sebagai ganti dari shalat fardhu yang tidak dilakukan pada suatu waktu). Pak Ustadz ini dengan yakin dan berwibawa langsung menjawab: ”di dalam Islam tidak ada yang namanya qadha shalat.” Jawaban yang luar biasa, karena setahu saya empat mazhab fiqih utama (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanbaliyah) membolehkan qadha shalat kecuali mazhab Zahiriyah yang minoritas. Tapi sebenarnya bagi saya yang paling menarik adalah kata-kata “di dalam Islam……” Ini adalah jawaban standar para “tukang sayur”. Dalam kitab-kitab fiqih klasik tidak pernah tertulis jawaban “di dalam Islam…..” atau “menurut Islam….”, yang ada hanyalah “di dalam mazhab Syafi’i…” atau “menurut pendapat yang berlaku di kalangan mazhab Hanafi….”. Para fuqaha klasik ini rendah hati, mereka tidak pernah mengklaim. Tapi para “tukang sayur” ini benar-benar arogan. Ketika ia menyatakan “di dalam Islam…” atau “menurut Islam…” maka secara tidak langsung ia telah menggusur setiap narasi atau siapa saja yang tidak sependapat dengan dia dari ruang lingkup Islam.” Menggusur… seperti Sutiyoso saja. Bayangin aja empat mazhab fikih besar koq digusur sehingga sekarang berada di luar Islam.

Ketika isu penolakan presiden perempuan menghangat, saya sempat dijadikan obyek indoktrinasi oleh seorang ”tukang sayur”. Ia berasal dari perkumpulan ’Jama’ah Tabligh’. (menurut seorang teman, cara dakwah door to door Jama’ah Tabligh ini mirip dengan ’Saksi Jehova’ dalam Kristen Protestan. Saya pikir asyik juga kalau bisa mempertemukan antara Jama’ah Tabligh dan Saksi Jehova, biar mereka saling mendakwahi, saling menggembalai. Minimal kalau difilmkan dengan kamera video digital bisa menang di Festival Film Indie di MTV).

“tukang sayur” dari Jama’ah Tabligh ini dengan segera mencecar saya, berikut dialognya, huruf kapital menandakan perkataan dari “tukang sayur”.

”ANDA MUSLIM KAN, ANDA SETUJU KALAU PEREMPUAN JADI PRESIDEN?”

“setuju saja, asal dia mampu, memang kenapa?”

“LHO, ANDA INI GIMANA, ISLAM MENGHARAMKAN PRESIDEN PEREMPUAN..”

“kok Anda tahu Islam mengharamkan presiden perempuan?”

“ADA HADISNYA. NABI MUHAMMAD MELARANG PEMIMPIN PEREMPUAN, KALAU PEREMPUAN JADI PEMIMPIN MAKA RUSAKLAH NEGARA.”

“Oo.. begitu ya. Jadi menurut Bapak bagaimana cara kita menjalankan hadis Nabi secara benar?”

“HARUS APA ADANYA, GIMANA DI DALAM HADIS YA YANG BEGITU ITU KITA JALANKAN, SAMI’NA WA ATHA’NA. SAYA DENGAR SAYA TAAT. GAK BOLEH DIUBAH-UBAH, JANGAN DI BOLAK-BALIK MAKNANYA!”

“oo.. jadi harus apa adanya?”

“IYALAH!”

“Bapak pernah tau gak ada hadis yang sama sahihnya dengan hadis pelarangan pemimpin perempuan?”

“APA TUH?”

“al-aimmah minal Quraisy, pemimpin itu haruslah berasal dari Suku Quraisy. Kalau menurut hadis ini hanya orang Arab dari suku Quraisy yang boleh jadi presiden. Laki-laki pun kalau bukan Suku Quraisy gak boleh jadi presiden di Indonesia Pak.. Kita harus impor dari Arab.”

“YAAH, SITUASINYA KAN UDAH BEDA, KITA HARUS LIHAT KEADAANNYA SEKARANG DONG..”

“tapi tadi bapak bilang hadis harus dijalankan apa adanya, gak boleh dibolak-balik pemahamannya?”

“…?!?!”

Tahun 1999, di kampus IPB Bogor, dalam suatu kesempatan saya pernah iseng-iseng menghadiri tabligh akbar organisasi Hizbut Tahrir. Organisasi ”tukang sayur” internasional yang radikal. Salah seorang penceramah dengan gagah perkasa mengatakan ”nation state, demokrasi, dan hak-hak azasi manusia bertentangan dengan Islam.” Para hadirin yang hampir semuanya adalah mahasiswa-mahasiswi IPB Bogor serentak merespons dengan teriakan ”Allahu Akbar”. Luar biasa, mahasiswa-mahasiswi sebuah institut negeri yang bergengsi dengan gampang diindoktrinasi dan dicuci otak oleh komplotan ”tukang sayur”. Hebatnya lagi “tukang sayur” itu tidak mengangkat dalil apa pun ketika ia mengatakan nation state, demokrasi, dan hak-hak azasi manusia bertentangan dengan Islam, ia tidak mengutip Alquran dan hadis seperti lazimnya “tukang sayur profesional”. Tampaknya ada spesies baru “tukang sayur” di IPB Bogor ini, spesies yang paling memprihatinkan.

Ketika acara di IPB itu selesai, saya keluar dari ruangan itu. Saya perhatikan mahasiswa IPB yang rata-rata berjenggot, memakai celana gantung (di atas mata kaki), yang mahasiswi terbungkus jilbab rapat, ada juga yang bercadar. Sebagian mereka memegang buku-buku. Saya melirik melihat judulnya, ada Statistik, Ekonomi Pertanian, Teori Ekonomi Mikro, Ekonomi Pembangunan, Ilmu Kimia, dan banyak lagi. Semuanya ilmu-ilmu yang dibangun di atas rasionalitas dan dipahami secara rasional. Tetapi di mana mereka menitipkan rasionalitas ketika menghadiri indoktrinasi para “tukang sayur” di ruangan tadi?

Para ”tukang sayur” dengan kemampuan retorika yang luar biasa akhirnya memang meraih banyak pendengar dan pengikut, lambat laun para ”tukang sayur” ini tampaknya akan menang perang dalam menggusur para ”koki”.

Saya jadi teringat sebuah hadis Nabi Muhammad yang pernah saya dengar di pesantren dulu (tapi sayangnya saya lupa redaksinya dan sampai sekarang belum ketemu perawinya), kurang lebih hadis itu artinya begini: “akan datang suatu zaman bagi umatku di mana pada masa itu banyak sekali pendakwah, dan sedikit ulama.”

Hadis di atas itu sekarang saya pahami menjadi “akan datang suatu zaman bagi umatku di mana pada masa itu banyak sekali ‘tukang sayur’, dan sedikit sekali ‘koki’.”

wallahu a’lam bi’l shawab.

Sumber: http://idhamdeyas.blogspot.com/2005/03/ketika-para-koki-digusur-tukang-sayur.html