Aku ini sebagai manusia karierku tak jelas arahnya. Mau dibilang sebagai budayawan nggak layak. Mau dibilang spiritualis ilmuku mentok. Mau dibilang penulis pun nggak jelas juntrungannya. Ah… mungkin gara-gara aku ini nggak terkenal. Coba saja aku terkenal, ada berita heboh sedikit saja mas wartawan pasti menghubungiku lewat ponsel pribadinya. Lantas cuap-cuap photoku langsung dipampang di Koran-koran.
Memang jaman sekarang ini kalau nggak terkenal ya nggak beken. Tapi untuk jadi terkenal aku ini terkendala dengan tampang yang pas-pasan. Mau jadi ustad juga mentok ngga bisa fasih baca Quran. Mau jadi dalang paling-paling lakonnya Dasamuka cengegesan. Mau jadi dukun masih kalah ampuh sama watu gluduknya Ponari. Mau jadi penyair juga masih tanggung. Walau sama-sama dari tanah gersang, puisiku itu tak sebeken Gus Mus. Tulisan-tulisanku jauh dari rasa ngayomi dan malah terkadang terkesan bedigasan, urakan, atau bahkan cengegesan.
Sungguh, sebelum umur sampeyan itu kebacut menua, paling afdol sampeyan rencanakan dulu agar suatu saat bisa jadi terkenal. Mungkin saja sampeyan bisa uploud video di youtoube kayak si Udin Sedunia. Atau sampeyan rela disuruh acting gaya badut Ancol. Kalau sampeyan masih merasa itu terlalu sadis, bisa juga sampeyan jadi ustad dadakan. Asal fasih baca Quran, punya tampang lumayan, tinggal pake peci trus jadi deh pak Ustad. Nggak perlu belajar kitab kuning, nafwu sorof segala. Cukup pinter nyayiin ayat-ayat suci sama modal tampang saja bisa ngepop. Ya, nggak perlulah belajar rumit-rumit ke kyai-kyai kondang segala.
Bener lho… jaman sekarang ini kalau nggak ngepop sampeyan hanya jadi orang rata-rata. Masuk pagi pulang sore, begitu terus seumur-umur sampai tua bongkokkan. Kasihan nanti anak cucu hanya tahunya cerita berangkat pagi naik metromini pulang sore langsung sembojor di kasur. Nggak seru…
Lhoh, lha sampeyan ini sekarang lagi sibuk apa mas. Ah… sampeyan ini lho, kok nanyanya begitu. Aku ini Cuma blogger kambuhan. Penulis di luar pakem, penyair jalanan, mubalig kelas warung kopi, dan petani gurem saja kok mas… kalau lagi kumat malah aku ini bisa kayak orang gila, krusak-krusuk ke tempat-tempat sepi. Serba tanggung mas, kalau mau gila mending kayak Nazaruddin sekalian. Bisa plesiran sampai ke luar negeri, diburu mas wartawan, sampai mampir di sel tahanan. Ah… yang penting terkenal kan mas… kalau orang terkenal itu pastilah sudah pantas disebut orang.
Ini kan itung-itungan kadar keorangan paling anyar, produk peradaban tingkat tinggi. Apa itu: terkenal. Yang udah agak basi hanya jabatan. Punya kedudukan tapi nggak terkenal. Tapi walau begitu juga sudah pantas disebut “orang”. Oleh karenanya aku ini tak pantas disebut “orang”. Kenapa? Karena ngga punya jabatan apalagi terkenal…. Oh…..
0 komentar:
Posting Komentar