Jumat, 26 Agustus 2011

UJI KEIMANAN ANDA DI SINI

Melengkapi artikel RONGRONGAN IDEOLOGI PANCASILA maka di sini silakan Anda uji keimanan Anda. Aku harap Anda masih memiliki rasa cinta tanah air di dada Anda. Coba Anda download lagu bersatulah Indonesia di sini. Setelah itu dengarkanlah dengan menggunakan headphone. Beberapa efek yang terjadi kemungkinan adalah sebagai berikut:

1.       Kebanggaan Anda terhadap negeri ini bangkit. Mata Anda sembab dan tumbuhlah semangat nasionalisme yang menggeledek di dalam dada.
2.       Anda tak merasakan efek apa-apa

Jujur saja, setiapkali aku mendengarkan lagu tersebut imajinasiku langsung melayang saat aku mendaki gunung bersama kawan-kawanku. Aku teringat betapa rasa saling memiliki begitu terasa dikala itu. Sesampainya di puncak pun ada gegap kebanggaan tersendiri pada keindahan nusantara ini. Terkadang aku juga teringat ketika aku dalam perjalanan ke Batam. Hatiku merasa trenyuh melihat kekontrasan yang ada selama perjalanan ke Bandara Soekarno-Hatta. Terlihat oleh mataku gubuk-gubuk reyot berdiri di tepi sungai yang amat kotor sedang di belakangnya terpampang lanskap gedung-gedung bertingkat yang tampak angkuh berdiri. Sudah lama aku mendengar kejamnya kota Jakarta, namun ternyata lebih parah dari yang aku kira (bang iwan mode on).

Jika poin nomor satu Anda rasakan maka berarti setidak-tidaknya Anda masih memiliki ikatan hati dengan tanah air Anda. Dan memang seharusnya demikianlah yang terjadi. Minggu ini menjelang hari kemerdekaan Negara kita, aku kembali teringat ketika dulu masih langganan jadi komandan kirab panji, komandan upacara tiap senin, dan menjadi anggota koor paduan suara. Aku kembali terbayang ketika sang saka berkibar-kibar dengan gagah di langit nusantara. Pernah aku sampai terhanyut dalam imajiku sendiri hingga aku lupa untuk memberikan komando setelah lagu kebangsaan usai dikumandangkan mengiringi tim pengerek bendera. Terang saja, hormat bendera menjadi lebih lama sampai aku sadar telah diberi isyarat salah seorang guru untuk segera mengakhiri acara hormat bendera kala itu hahaha.

Hmmm… sampai sini dulu ceritanya. Sekarang apakah Anda sudah mendownload dzikir Asmaul Husna yang sudah aku mixing di sini. Jika sudah maka dengarkanlah juga salah satu audio bonus tersebut. Mungkin kemaren aku lupa memberikan panduan cara mendengarkannya. Baik.. baik… caranya sebagai berikut:

1.       Tundukkan jiwa dan hati Anda.
2.       Lepaskan segala kemelekatan baik itu harta, tahta, wanita, dan jika mungkin label agama yang Anda anut.
3.       Serahkan diri Anda kepada Sang Maha Hidup. 

Setelah mendengarkan periksalah beberapa efek yang mungkin Anda rasakan seperti berikut ini:

1.       Ada perasaan ingin menangis
2.       Ada getaran di dalam dada bahkan disekujur tubuh
3.       Bagi yang peka, ada getaran dan hembusan angin di daerah cakra mahkota/ubun-ubun dan cakra ajna
4.       Tidak merasakan efek apa-apa

Jika Anda masih merasakan efek maka syukur Alhamdulillah, semoga masih ada keimanan di dalam dada. Nah sekarang bagaimana dengan note mengenai rongrongan ideology Pancasila di sini? Bagaimana dengan  rasa cinta tanah air yang menggeledek di dalam dada?

Lhoh kok sama-sama bikin trenyuh. Hmmm bagi aku pribadi memang haruslah demikian. Kita jelas memiliki hubungan kontak dengan tanah air Indonesia. Para leluhur mbrojolnya ya di sini, kita pun juga di sini. Dengan demikian maka sudah barang tentu kita memiliki ikatan batin di sini. Itulah wujud cinta yang secara local jelas akan tumbuh di hati kita. Samahalnya ketika seorang ibu tetap akan mencintai anaknya walau ia berbeda keyakinan atau pun sebaliknya. Kita satu keluarga yang disekat dengan label bangsa dan Negara. Dan memang manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling menindas, menjajah, dan bunuh membunuh kenal mengenal. 

Terkadang perasaan rasis tercipta di sini. Kelompok anu menganggap dirinya lebih unggul dibanding kelompok lain, suku anu, Negara anu, keyakinan anu dan berjenis-jenis anu-anu yang lainnya. Lantas beberapa kelompok yang merasa lebih unggul tadi memaksakan apa yang menjadi citra dirinya kepada golongan lain, suku lain, bangsa lain, ataupun Negara lain. Mulai dari sini terciptalah benturan-benturan yang seharusnya tak perlu (dan perlu) terjadi jikalau manusia mampu menyadari keberadaan dirinya di panggung sandiwara ini sebenarnya untuk apa?

Lhoh kok pakai dalam kurung “perlu” segala. Ya.. jika tak terjadi polaritas baik buruk, benar salah, terpisah menyatu, bagaimana kita bisa menyadari sesuatu itu berbeda? Semuanya haruslah dirasakan karena memang di dunia inilah kesadaran sang jiwa bisa ditingkatkan. Yaya… lalu bagaimana tadi dengan cinta tanah air dan masalah iman?

Hm… hm… hm… mulai sampai sini pokok bahasan kita sedikit rumit. Mau tak mau kita harus memahami definisi cinta dengan segala teorinya. Teori cinta… ah cinta kok pakai teori. Beberapa kelompok lantas dengan sangat lantang bicara: ikatan iman lebih tinggi tingkatannya, ikatan iman… ikatan iman… begitu bunyinya. Oleh karena itu lantas saudara kita itu mengharamkan adanya cinta tanah air atau nasionalisme. Bagaimana ini? Masak cinta tanah air kok ngga boleh, apakah cinta kepada tanah air itu bertentangan dengan iman? Iman yang dipahami itu iman yang seperti apa?

Makrifat cinta

Aku tak mau berpanjang lebar dengan teorema cinta, baiknya kita langsung saja masuk dalam intinya. Coba Anda perhatikan diagram berikut ini.

Taruhlah huruf-huruf a, b, c dst tersebut adalah manusia. Kita sama setuju bahwa manusia itu unik, tak sama antara satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya ada a, b, c, d dst. Selanjutnya lihat titik o sebagai pusat orbit. Anda bisa mengganti o dengan hobi, pekerjaan, atau agama misalnya. Perhatikan hubungan a dengan b dan bandingkan dengan hubungan a dan e. Kesemua orang dalam himpunan ini memiliki kerinduan yang sama antara satu dan yang lainnya. Akan tetapi, walaupun demikian keintiman antara a dan b tetaplah berbeda dengan a dan e. Fakta yang ada di lapangan pun menunjukkan demikian. Walau sama-sama beragama Islam, nyatanya ada paham a, b, c, d dan seterusnya. Dapat dikatakan juga bahwa kepahaman a dan b atau a dan e berbeda namun a lebih bisa memahami b dibanding e. Perbedaan kepahaman ini dapat menimbulkan benturan-benturan. Anda dapat lihat kenyataan yang ada di Negara kita. 

Ini baru sebatas hubungan keintiman beberapa orang yang dikelompokkan dalam satu orbit agama. Itu pun masih dapat menimbulkan konflik. Nyatanya agama bukan hanya satu saja. Banyak bermacam-macam agama di dunia ini. Oleh karena itu, tak heran jika benturan-benturan niscaya terjadi dalam kehidupan di dunia ini. Bukankah hal ini juga dikisahkan saat Allah hendak menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi? Saat itu Jibril bertannya: Ya Tuhan, kenapa Engkau memberikan amanah kepada manusia yang hanya akan menumpahkan darah di bumi?

Sekarang kita mencoba mengganti o dengan yang meliputi segala sesuatu. Apa yang meliputi segala sesuatu? Tentu saja Tuhan. Oleh karena itu aku pun sering bilang: Tuhan jangan diturunkan tahtanya menjadi kitab. Coba Anda perhatikan lagi, jika setiap manusia sama mendekat dengan orbit (Tuhan), maka tak ada lagi jarak antara a dan b, pun demikian a dengan e. Semua memiliki kepahaman yang sama. 

“lhoh, Tuhan Anda kan beda sama Tuhanku”

Ah, jika keyakinan Anda demikian ya sudah. Kita tampaknya tak bisa mencapai sebuah kesepahaman. Walau demikian, tolong renungkan. Jika Tuhan ada banyak, pastinya Tuhan pun juga akan saling menguasai, kecuali ada Tuhan yang tingkatannya dibawah Tuhan yang lainnya. Jika begitu, apakah ia pantas disebut Tuhan? Tuhan itu Esa.

Setelah membaca artikel ini, apa yang berkelebat dalam pikiran Anda ketika ada pernyataan: ikatan iman lebih tinggi dari ikatan darah. Bagaimana pemahaman Anda sekarang mengenai ikatan iman? Iman itu yang bagaimana?

Beberapa reaksi yang mungkin Anda rasakan setelah membaca artikel ini mungkin sebagai berikut:
1.       Anda tak paham sama sekali
2.       Anda paham sebagian
3.       Anda senyam senyum sendiri

Sekian lama mencari, aku pun baru memahami betapa tinggi spiritualitas para leluhur bangsa sehingga menjadikan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa. Bagiku, mereka pantas disebut sebagai ulul albab.

MEMBUMIKAN SYAIR IWAN FALS “SEPERTI MATAHARI”


Sudah sejak lama aku mencari tahu perihal makna dari syair Bang Iwan “Seperti Matahari” yang kesan awalnya sudah terasa “melangit”. Seiring pertambahan usia akupun baru bisa mengerti apa yang hendak beliau ungkapkan dalam syair lagu tersebut. Berikut ini adalah syairnya:

Keinginan adalah sumber penderitaan
Tempatnya di dalam pikiran
Tujuan bukan utama
Yang utama adalah prosesnya
Kita hidup mencari bahagia
Harta dunia kendaraannya
Bahan bakarnya budi pekerti
Itulah nasehat para nabi
Ingin bahagia, derita didapat
Karena ingin, sumber derita
Harta dunia jadi penggoda
Membuat miskin jiwa kita
Ada benarnya nasehat orang-orang suci
Memberi itu terangkan hati
Seperti matahari yang menyinari bumi
Mari kita bedah perlahan-lahan. 

Keinginan adalah sumber penderitaan
Tempatnya di dalam pikiran
Tujuan bukan utama
Yang utama adalah prosesnya

Kenapa keinginan adalah sumber penderitaan? Keinginan adalah ujung pangkal dari perlambang tarikan bumi alias hawa nafsu, orbitnya adalah ego alias kepuasan si aku. Dan yang namanya nafsu mau tak mau harus dipenuhi kemauannya. Jika saja si nafsu ini tak terpuaskan maka marahlah si aku. Marah adalah wujud dari hawa nafsu yang tak terpuaskan. Seringkali aku lihat orang tua yang marah nggak ketulungan jika anaknya melakukan suatu perbuatan yang tak sesuai dengan kemauan orang tua. Hal yang demikian itu jelas menggambarkan bahwa tak jaminan semakin tua umur seseorang ia akan menjadi lebih bijak. Aku mengamati betul hal ini. Pola didik orang tua terhadap anak dapat aku lihat dari beberapa kasus yang terjadi terhadap teman-temanku. Pada intinya pola didik dengan kebijaksanaan memberikan output yang lebih baik dibandingkan dengan pola didik keras atau acuh tak acuh.

Tujuan bukan utama, yang utama adalah prosesnya. Penjabaran satu kalimat ini sangatlah panjang. Akan tetapi akan aku usahakan dengan sesingkat-singkatnya dengan kalimat innalillahi wa innailaihirojiun atau meminjam idiom Jawa, sangkan paraning dumadi. Segala yang ada adalah dariNya dan akan kembali kepadaNya. Nah sudah jelas bukan tujuan manusia? Lalu bagimana menempuh kehidupan dunia? Nah, justru di sanalah terjadi proses itu. Proses yang bagaimana? Ya proses kesadaran akan kesejatian diri. 

Kita hidup mencari bahagia
Harta dunia kendaraannya
Bahan bakarnya budi pekerti
Itulah nasehat para nabi

Syair lanjutan di atas dapat semakin memperjelasnya. Coba Anda jawab pertanyaan berikut ini: sebenarnya yang orang cari dalam bekerja itu apa sih? Pertanyaan itu sempat dilontarkan oleh seseorang kepadaku saat umurku menginjak seperempat abad. Hm… apakah sudah ketemu? Orang bekerja itu sebenarnya yang dicari apa sih? Apakah uang? Uang buat apa? Buat makan? Makan buat apa? Makan buat hidup. Hidup buat apa? Apakah buat makan? Makan buat hidup atau hidup buat makan? Lalu untuk apakah hidup? Mencari bahagia… dan orang yang mencapai puncak kebahagiaan adalah mereka yang pernah mencapai puncak penderitaan. Baca juga Life is never flat.

Ingin bahagia, derita didapat
Karena ingin, sumber derita
Harta dunia jadi penggoda
Membuat miskin jiwa kita

Untuk syair lagu di atas sudah aku post keterangannya dalam tarikan kebumian dan tarikan kelangitan di sini.

BAHASA SINDIRAN ATAU BAHASA SENTILAN?


Dalam beberapa posting artikel sengaja aku menggunakan bahasa sentilan. Namun lain waktu akupun menggunakan bahasan sindiran halus. Kedua pola bahasa ini aku rasa diperlukan karena tak setiap orang mampu merenungi sindiran-sindiran halus yang dalam tradisi Jawa sangat sering digunakan untuk tidak menyakiti perasaan si lawan bicara. 

Namun sayangnya, di jaman yang serba cangih ini banyak orang tak mampu mengerti bahasa sindiran. Makna konotasi dan denotasi kian tercampuraduk sehingga menimbulkan semacam kerancuan sendiri. Ah, atau mungkin otakku ini yang terlampau bodoh sehingga betapapun manisnya kata konotasi atau denotasi tak mampu tercerna oleh otakku. 

Contoh sederhana mungkin aku ini terlampau dungu untuk mengartikan kata “korupsi”. Aku menjadi terbengong-bengong ketika seorang pejabat Negara mengutil uang rakyat dengan alasan “cinta keluarga”, “uang balas jasa”, dan segudang kata manis lainnya. Sedangkan banyak orang-orang bawah yang “kere ayem” selalu bilang ke aku saat nyogati dinner dengan lauk “daging” padahal jelas-jelas tempe dan tahu. Aku menjadi linglung sendiri. Apakah kamus bahasa Indonesia sudah direvisi ataukah memang dari dulu aku ini nggak lulus SD. Ini kata denotasi atau konotasi?

Sedang pada tahap lanjut, akupun menjadi bingung ketika orang tua bilang kepada anaknya: “Nak, nanti kalau sudah lulus kuliah jadi pegawai negeri aja ya di kampung. Sawah bapak sudah tak siapkan untuk di jual”. Si anak pun lantas bertanya: “lhoh, mau jadi pegawai negeri kok perlu jual sawah segala pak”. “jaman sekarang kalau mau jadi PNS kan harus bayar nak”. “yang begitu itu apa istilahnya nggak nyogok Pak”. “lhoh, ya ndak tho nak, itu kan sodakoh”.

Duh Gusti, otakku semakin terasa jelas ketumpulannya. Mungkin usiaku sudah mulai menua dan kecerdasan otakku tak mampu lagi secemerlang dulu. Atau mungkin saja otakku ini lagi ngambek dan pengen diistirahatkan. Nggak usah mikir yang rumit-rumit. Terkadang juga timbul sekelebat bayangan hitam bertanduk yang ngomong kepadaku: “hei kau ngapain ngurusin orang lain, ngurusin diri kamu saja sendiri. Sok perhatian kamu”. Lantas hatiku berontak: “Tuan, bagaimana kamu bisa diam saja. Apa kamu nggak merasa hutang budi sama pendahulu-pendahulumu? Kalau para pendahulumu itu nggak polah tingkah sampeyan itu juga nggak bakal ada di dunia lho”. Waduh… hei kau hati, pikiran, dan setan sana kalian semua. Sana berdiskusi saja dulu, aku mau tidur dulu. Nanti kalau aku sudah bangun kasih tahu saja aku ya. Pokoknya setuju…. Kayak yang di gedung-gedung dewan itu lho. Kalau boleh aku minta dikasih bunga tidur yang ehem-ehem dong. Itu lho kayak anggota dewan yang keasyikan nonton video ehem-ehem. Aih nikmatnya…

BENANG MERAH TASAWUF DAN REIKI


Tasawuf dan reiki merupakan dua tradisi yang disamping memiliki perbedaan historis dan keterikatannya dengan agama tertentu juga memiliki persamaan-persamaan. Reiki tidak terkait dengan agama sedangkan tasawuf lahir dari rahim agama Islam dan menjadi bagian integral dari manifestasi Islam. Tasawuf adalah spiritualisme Islam yang sering juga disebut sufisme atau paham orang-orang sufi. Sedangkan praktisi tasawuf sering disebut jalan sufi.

Sudah lama aku penasaran dengan hal ini karena jikalau benar bahwa Islam merupakan penyempurna dari ajaran-ajaran terdahulu maka sudah barang tentu ada benang merah yang menghubungkan antara ajaran Islam dengan reiki. Sebenarnya bukan hanya reiki, namun demikian pasti juga terdapat benang merah dengan ajaran atau agama lainnya seperti Hindu, Budha, atau bahkan Kejawen sekalipun (baca artikel di sini). Ya, kali ini kita kerucutkan terlebih dahulu antara tasawuf dan reiki.

Pertama, baik dalam tasawuf dan reiki dikenal adanya guru. Dalam tasawuf biasa disebut mursyid sedangkan dalam reiki disebut master. Ritual awalnya pun ada kesamaan yang sering disebut inisiasi, attunement, atau ijasah. Seorang calon murid baru akan menjadi murid dan diperbolehkan menjalankan pola olah psikospiritual setelah mendapatkan inisiasi (penyelarasan) oleh guru (baiat dalam tasawuf). Dalam ajaran tasawuf si murid akan menjalankan apa yang disebut sebagai tahap thariqah sedangkan dalam reiki si murid diberi hak untuk mengakses energy reiki.

Dapat dikatakan bahwa inisiasi (attunement, ijasah) merupakan ritual universal yang berlaku dalam seluruh lembaga tarekat dan reiki. Dalam reiki, inisiasi ini dimaksudkan untuk menyelaraskan organ-organ ruhani sang murid agar dapat mengakses energy Ilahi guna perkembangan organ ruhani itu sendiri atau biasa dinamakan self healing. 

Kedua, persamaan yang mirip dalam tradisi tasawuf dan reiki adalah adanya sikap tawakal, pasrah, no mind yaitu sikap berserah diri tanpa konsentrasi apa pun. Hanya dengan sikap ini praktek reiki dan tasawuf dapat dilakukan. Hal yang cukup aneh aku rasa jika ada sebagian kalangan dengan penuh amarah lantas menjustifikasi praktek olah spiritual seperti ini dengan perkataan sesat. 

Ketiga, pada ujungnya praktek tasawuf dan reiki menuju apa yang disebut sebagai kesadaran ruhaniah. Kesadaran ini begitu penting untuk peningkatan spiritualitas manusia. Jika ritual zikir yang ada pada tasawuf dimaksudkan untuk pembersihan jiwa maka dalam reiki pun ada yang disebut self healing guna pembersihan cakra-cakra. Uniknya baik tasawuf dan reiki sama-sama memiliki 7 tahap dalam pencapaian puncak kesadarannya. Nur Muhammad (dalam reiki disebut energy Ilahi) yang diakses digunakan untuk pembersihan diri tahap demi tahap sampai dengan puncak pencerahan.

Pencerahan ini dalam tasawuf ditandai dengan dianugerahkannya Ruh Al Quds. Ia berfungsi sebagai guru sejati bagi manusia. Dalam tradisi reiki pencerahan ini ditandai dengan naiknya inti kundalini sampai dengan cakra mahkota.