“jika Anda tak tertarik kepada Tuhan, berarti Anda bukan manusia” begitu kiranya status update salah seorang saudara di dunia maya. Apakah Anda memahami apa yang ada di pikiran saudara kita ini? Apakah Anda masih tertarik kepada Tuhan? Tuhan, apakah Tuhan itu? Mengapa juga kalau aku mengetikkan kata Tuhan harus dengan menggunakan “T” besar? Apakah Anda tertarik dengan pokok bahasan Tuhan? Apakah jiwa Anda tersedot lebih jauh stiap kali mendengar kata Tuhan? Jika dalam diri Anda ada perasaan marah ketika Tuhan Anda dilecehkan aku ucapkan selamat kepada Anda. Mengapa? Karena setidak-tidaknya Anda masih manusia hehehe…
Jika misalkan aku tulis “kjehkfhwejrfhjkwegfsegfdnsgfnsdfvd” apakah ada rasa ketertarikan Anda terhadap kata tersebut? Jelas saja tidak, karena Anda tak pernah mengerti konsep tentang kata itu, bahkan dibaca pun tidak bisa.
Pokok bahasan mengenai Tuhan itu sejatinya adalah pokok bahasan paling purba dan tak akan pernah mati. Dari jaman dulu hingga kini pokok bahasan mengenai Tuhan selalu hidup bahkan di setiap peradaban menyisakan tetesan darah demi Tuhan. Kenapa bisa demikian? Jelas karena kita sejatinya berasal dari Tuhan dan selalu rindu untuk pulang kepadaNya. Dalam tradisi Jawa, istilah ini digambarkan dengan terminology sangkan-paran. Dalam Islam ada juga kalimat innalillahi wa inna ilaihirojiun. Kita berasal darinya dan akan kembali kepadaNya.
Dewasa ini, pemahaman manusia mengenai Tuhan kembali terdegradasi sampai titik terendahnya. Bom yang meledak di masjid adalah contoh paling nyata yang dapat kita lihat. Sangat sayang sekali, betapa manusia terpenjara pada alam pikirannya sendiri. Tuhan yang selalu digambarkan bersifat Ar Rahman dan Ar Rahim tak bisa “bangun” di dalam kedirian saudara kita itu. Nar alias api atau hawa nafsu justru bergolak demikian hebat di dalam kediriannya. Hawa nafsu yang demikian membakar itu lantas menjadikan dirinya layaknya bangsa bar-bar. Dengan mudahnya ia membunuh makhluk hidup atas nama jihad dan Tuhan.
Banyak dari kita masih masuk dalam rentang hitam-putih, pahala-dosa, surga-neraka dan tak bisa membaca pesan dari buah khuldi kehidupan. Cerita Adam di usir dari sorga karena bujuk rayu syaitan atau hawa sejatinya adalah penggambaran akan kehidupan dunia. Hanya di dunia ini kita akan bertemu dengan dualitas. Itulah tahap awal penggenalan kita akan kesadaran. Kita adalah kesadaran. Dan di dunia ini kita memurnikan kesadaran karena hanya di dimensi ketiga inilah kesadaran makhluk dapat berkembang. Beruntung saat ini kita tak menjadi batu, tak menjadi tanaman, tak menjadi hewan karena butuh ribuan tahun bagi kita untuk menjadi manusia.
Kenapa aku harus beragama Islam?
Kenapa aku harus beragama Buddha?
Kenapa aku harus beragama Kristen?
Pernahkah pertanyaan itu menyelinap dalam pikiran Anda. Jika ya, sejatinya itu adalah undangan dari Tuhan kepada Anda. Banyak manusia yang baru hitam-putih itu lantas melembagakan dirinya. Mohon maaf, dewasa ini aku lihat beberapa kelompok organisasi atas nama agama telah merasuk sampai ke pelosok-pelosok desa. Mereka menjejali anak-anak kecil dengan doktrin-doktrin mereka. Dampaknya dapat dilihat sekarang ini, bayak anak muda yang terseok-seok menjadi gampang marah, gampang tersinggung alias nar, api hawa nafsu berkobar dalam kediriannya. Kata SESAT dan KAFIR demikian mudahnya terlontar. Tuntunan agama yang sejatinya memerdekakan jiwa justru telah membelenggu jiwa itu sendiri. Banyak dari kita belum dewasa dalam beragama.
CUPLIKAN SERAT SABDA PALON
Klawan paduka sang Nata/ Wangsul maring Sunyaruri/ Mung kula matur petungna? Ing benjang sakpungkur mami/ Yen wus prapta kang wanci/ Jangkep gangsal atus taun/ Wit ing dinten punika/ Kula gantos agami/ Gama Budi kula sebar ing tanah Jawa.
Dengan Paduka, wahai Sang Raja/ Kembali ke Sunyaruri/ Hanya saya menghaturkan pesan agar Paduka menghitung/ Kelak sepeninggal hamba/ Apabila sudah dating waktunya/ Genap limaratus tahun/ Mulai hari ini/ Akan saya ganti agama (di Jawa)/ Agama Budi akan saya sebarkan di tanah Jawa.
Ngidul ngilen purugira/ Nggada banger ingkang warih/ Ngih punika wekdal kula/ Wus nyebar agama Budi/ Merapi janji mami/ Anggereng jagad satuhu/ Karsanireng Jawata/ Sadaya gilir gumanti/ Bonten kenging kalamunta kaowahan.
Ke arah selatan barat mengalirnya/ Berbau busuk air laharnya/ Itulah waktu saya/ Sudah mulai menyebarkan agama Budi/ Merapi Janji saya/ Menggelegar seluruh jagat/ Kehendak Tuhan/ Karena segalanya pasti akan berganti/ Tidak mungkin diubah lagi.
Di lain sisi, banyak pula dari generasi muda yang sudah mulai bangun dari tidur panjangnya. Mereka mulai mencari dan mencari hakekat kehidupan. Sepertinya apa yang diucapkan oleh Sabda Palon dahulu kala kini menjadi kenyataan. Segeralah menyelam ke dalam kedirian.
0 komentar:
Posting Komentar