Jumat, 22 Juli 2011

MENGGAPAI PENCERAHAN BATIN


Leluhur bangsa kita itu kalau ngomong masalah kehidupan selalu bilang: urip mung mampi ngombe le (hidup Cuma mampir minum nak). Sedangkan kalau di kitab itu diibaratkan hidup Cuma senda gurau belaka. Ya, tampaknya leluhur kita sudah lebih maju peradabannya daripada sekarang. Lho, dulu kan ngga ada hp, internet de el el.

Hm… memang benar, namun leluhur kita dapat menggunakan kekuatan batinnya (baca: telepati). Tentunya ini lebih canggih karena ngga tergantung dari operator seluler. Wah kalau begitu bagaimana caranya agar bias telepati? Wah kalau ini harus mau melalui apa yang dinamakan laku tirakat. Sebenarnya apa yang dituntun oleh agama itu juga ada sejenis laku tirakat seperti ini. Misalnya dengan jalan tafakur, riyadlah, puasa dan lain-lain. Sayangnya, orang baru puasa ramadhan aja gayanya sudah minta ampun. Warung-warung disuruh tutup. Padahal itu kan termasuk godaannya.

Inti dari puasa adalah pengendalian hawa nafsu.lhah, kalau nyuruh-nyuruh orang tutup warung itu sama saja nafsu agar dibilang orang alim. Maka tak salah bila Sang Rosul pun bilang: banyak orang puasa tapi nggak dapet apa-apa, kecuali lapar dan haus saja. Kira-kira kita ini termasuk yang banyak atau yang sedikit? Hehe… Anda sendiri yang tahu.

Buah dari tirakat.

Apa yang dilakukan dalam melalui laku tirakat, puasa, mesubudi atau terserah pakai istilah apa, semuanya menjurus pada apa yang disebut sebagai pencerahan batin. Disini yang terjadi sebenarnya adalah kelahiran dua kali. Kelahiran pertama saat manusia lahir kedunia, sedangkan kelahiran kedua saat batin manusia sudah tumbuh dan berkembang. Penggambaran akan pencerahan batin ini dalam tradisi islam dicirikan dengan penganugerahan Ruh Al Quds. Kalau agama nasrani disebut Roh Kudus, sedang kalau orang jawa menyebutnya Manunggaling Kawula Gusti. 

Sampai di sini si manusia tadi sudah punya penasehat sendiri dari dalam dirinya. Oleh karenanya Rosul pun bilang: mintalah fatwa pada hatimu. Nah, disitulah tempat bersemayamnya Guru Sejati. Bukankah hati itu adalah baitullah?

0 komentar: