Kamis, 28 April 2011

Bersahabat dengan kesepian

Manusia adalah makhluk sosial, ini merupakan “kebenaran” yang ada sejak kita lahir. Bahwa kita tak bisa hidup tanpa orang lain. Bahwa manusia sejak “cenger” butuh orang yang harus merawatnya dan membesarkanya. Dari kenyataan ini berarti dapat diartikan pula bahwa pada dasarnya manusia itu tidak dapat hidup sendiri. Sendiri berarti sepi. Jadi manusia memiliki kesepian. Kesepian yang selalu ada didalam hati. Kekosongan dan keterasingan yang selalu melekat dalam sanubari. Jika demikian, apa tandanya orang mengalami kekosongan dan kesepian itu? Orang tidak tahu apa yang ia inginkan, apa yang ia rasakan, atau apa yang ia yakini. Keyakinan-keyakinan yang selama ini diperolehnya menjadi kabur. Orang mengalami kebingungan, tidak tahu arah, cemas dan takut masa depan. Dalam kondisi yang demikian, maka reaksi alamiah kita adalah: mencari teman. Kita berharap mereka memberikan arah, atau setidaknya kita punya teman dan tidak sendirian melawan ketakutan. 

Memang kita ini hidup dalam kebersamaan orang lain, dan karena itulah kita bisa berbagi hidup bersama dengan mereka. Akan tetapi ternyata penerimaan orang lain terhadap diri kita ditentukan oleh masyarakat. Suatu contoh jika ada seseorang mempunyai jalan pikiran yang tidak selaras dengan jalan pikiran kebanyakan orang, maka ia menjadi terkucilkan. Dan yang lebih ironis bisa saja dianggap gila. Lantas yang lebih fatal lagi bisa saja orang tersebut mendapat hadiah hukuman mati lantaran pemikirannya dapat mengguncang kekuasaan, misalnya. Mungkin kita ingin menyenangkan setiap orang yang kita kenal. Menyenangkan orang tua, pasangan, dan sebagainya. Sehingga setiap keputusan yang kita ambil selalu berdasarkan kriteria apakah bisa menyenangkan mereka atau tidak. Celakanya, apabila keputusan yang kita ambil tidak membuat mereka senang, maka konsekuensinya adalah kesepian/ keterasingan/tidak dipahami.

Nah, tentu saja kita sebagai manusia cenderung tak menginginkan kesepian itu menghantui diri. Dan oleh karena itu sebenarnya kita memiliki kerinduan akan suatu hubungan yang intim. Relasi yang intim tidak hanya berguna untuk mencari rasa aman atau kekosongan hidup namun juga untuk memahami kesejatian diri. Kita dapat menemukan diri kita jika kita memiliki kesadaran akan diri kita. Akan tetapi selamanya kita tak akan menuju kesana apabila kita belum pernah merasa kesepian. Barangkali kesepian ini dapat dirasakan ketika kita berpisah dengan orang-orang yang dekat di hati kita. Barangkali kesepian ini akan kita sadari jika kita hidup sendiri tanpa orang lain.
Akan tetapi sebetulnya ada kondisi kesepian yang tanpa kita sadari entah ia masuk lewat mana. Dan kesepian itu begitu akut, begitu kronis. Kesepian yang model begini tak akan bisa diatasi dengan hidup di keramaian, ngumpul dengan banyak orang. Tidak, maka dari itu kadang dapat dijumpai orang yang kesepian walaupun di tempat yang ramai (lagunya Dewa kale ya). Orang yang katakanlah sudah menikah, tapi bisa jadi ia tetap merasa kesepian. Maka dalam arti yang demikian kesepian bukanlah soal hidup sendiri atau tidak, melainkan bahwa kita merasa sendiri, merasa diputuskan dari seseorang atau sesuatu. Kondisi ini akan menyebabkan orang memiliki kerinduan yang berkepanjangan. Dan inilah yang aku sebut sebagai kesepian seumur hidup.

Masak iya sih ada kesepian yang model begitu??? Manusia memang tak pernah bisa puas. Dalam ilmu ekonomi hal ini sering disinggung-singgung. Terlepas dari semua itu, yang jelas manusia akan selalu menghindar dari kesepian. Dapat kita lihat fenomena yang terjadi di sekeliling kita. Kita, manusia pasti mencari yang namanya ketenangan dan kebahagiaan. Ada yang menyibukkan diri dengan bermusik. Ada yang berpindah agama, mencari istri yang cantik, memperbanyak istri dan duit, atau bahkan meninggalkan semuanya dan menjadi petapa. Namun ternyata semua itu tak membuat mereka mengalami ketenangan dan kebahagiaan. Ada sesuatu yang kurang lengkap. Jikalau tidak kuat, maka ada saja orang yang bunuh diri. Dia ingin lari dari kesepian itu. Kesepian yang teramat sangat. Setelah semua hal sudah dicoba dan ternyata tak bisa menawarkan solusi. Nah mungkin jalan satu-satunya ya mati. 

Jadi bisa aku sebutkan bahwa kegiatan-kegiatan untuk menghindar dari kesepian itu adalah pelarian. Lari dari kesepian. Bahkan saat aku menulis tulisan ini pun sebenarnya adalah pelarian dari kesepian. Nah, mungkin ini yang disebut sebagai pelarian kreatif. Pelarian yang menuntut kerja otak kita, mendayagunakan potensi-potensi kita sebagai manusia. Bisa saja dengan bermusik, berteater, melukis, berpuisi, menjadi petapa juga boleh ya pokoknya yang positif lah. Asalkan tidak perang, mengintimidasi, melanggar HAM-nya orang lain, yang demikian namanya kriminil. Akan tetapi kita haruslah sadar bahwa yang kita lakukan merupakan mekanisme pelarian. Lha kenapa pula harus disadari??? Yang namanya lari ya lari aja tho???

Kalau kita tidak sadar akan mekanisme pelarian itu, maka kita akan masuk dalam lingkaran setan kesepian. Kita tak pernah mencoba memecahkan masalah. Dan yang kita lalukan hanyalah pelarian demi pelarian yang tak berkesudahan. Berarti masalah tak terpecahkan.

Lalu kalau demikian bagaimana cara menghilangkan kesepian???? What??? Pertanyaan ini tidaklah tepat. Lha tadi kan sudah dijelaskan bahwa ada yang namanya kesepian seumur hidup. Kenyataannya bahwa ada kesepian seumur hidup. Ada realitas. Dan jika kita lari dari realitas kita tak mengubah apa-apa. Realitas itu selalu melekat dalam diri kita ibarat bayangan.
Bersambung. . . di sini

0 komentar: