Sabtu, 16 April 2011

MENJADI LEBIH CERDAS DENGAN KEMALASAN


Orang-orang pada umumnya ingin menjadi lebih cerdas. Dan oleh karena itu kebanyakan orang akan menyekolahkan anaknya di pendidikan formal. Bahkan baru-baru ini pendidikan ini makin bertebaran dimana-mana. Namun sayangnya, pendidikan itu tidak menjamin anak-anak didiknya menjadi lebih cerdas. Fenomena pengangguran elit di negeri ini adalah sepercik contoh yang paling nyata. Gerombolan-gerombolan orang yang berebut status PNS sangat mengerikan. Singkat cerita, pendidikan dewasa ini malah menyebabkan orang bodoh dan bermental pengemis, sangat jauh dari harapan menjadi cerdas itu sendiri.

Mungkin Anda akan marah membaca tulisan ini. Ya, akupun mantan peserta didik. Namun sekian lama aku mencari, ternyata yang namanya pendidikan itu tak melulu harus disekolah. Dan bahkan karena pola pendidikan formil sekarang yang semakin parah, hanya dinilai dari angka menjadikan para peserta didik semakin bodoh saja. Fakta yang cukup mencegangkan baru-baru ini adalah bahwa IQ seseorang itu akan mandek saat ia telah melampaui usia 15-16 Th. Hal ini mungkin yang menyebabkan pemikiran-pemikiran orang sekelas Bob Sadino sulit untuk dimengerti.

Oke, aku akan mencoba menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Coba kita menelisik lebih jauh. Kita ambil cotoh professor yang ahli fisika kuantum, orang yang ahli hukum thermodinamika, orang yang ahli teknik mesin, dan sebagainya, dan sebagainya. Jika aku bertannya kepada mereka: siapa yang ahli fisika kuantum, siapa yang ahli thermodinamika?

Mungkin salah seorang dari mereka akan dengan sangat semangat mengacungkan jari sambil berkata: saya, saya. Namun coba jika aku tanyakan siapa saya itu? Nah, jika demikian maka jawabannya akan aneh-aneh, bahkan tak jarang menyebabkan kebingungan. 

Nah, sekarang menjadi lebih jelas bukan, bahwa sebenarnya diri kita sendirilah yang menjadi dasar pengalaman. Sejauh mana seseorang itu mengenal dirinya sejauh itu pulalah kedalaman ilmu yang ia peroleh. Itulah yang dimaksud dengan kesadaran. Kesadaran ini bisa kita alami, bisa kita masuki jika justru saat kita tidak melakukan apa-apa. Aku sering menyebutnya dengan istilah ektase paling dalam.

0 komentar: